Kamis, 28 Maret 2013

dasar daasar perlindungan tanaman


TUGAS DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
BIOLOGI,KLASIFIKASI DAN PENGENDALIAN HAMA
Oleh:
DOMINGGOS MARTHURIA MANALU
05111001066




Description: C:\Users\Win7\Downloads\unsri.jpg











PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2013


BABI HUTAN


1.                   Klasifikasi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvm02CYLOdMktnw37G6MW52TumpPa7OJ7EIGYfaKZeFjU9EKKdoiWM7KuTh5oC_EucFJNabroJnYQaJe0KPDyE7zTwZmdeACKcm-uxnyMG5FjAQZxqR-vG7ylgxExjkYStlFoBew8FZHMD/s1600/babi+hutan.jpg

Babi hutan merupakan salah satu hama mammalia yang penting di perkebunan kelapa sawit. Serangan hama babi terjadi pada bibitan dan sawit yang baru di tanam. Kerusakan yang ditimbulkannya pada kelapa sawit hanya merupakan efek sekunder dari kehadirannya pada kebun sawit.


Klasifikasi babi hutan :
Kerajaan : animalia
Filum : chordate
Kelas mamalia
Ordo : artiodacityla
Genus : sus
Spesies : sus barbatus


2.                  Biologi babi hutan
Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung lemper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Kadang juga dirujuk sebagai khinzir[1] (bahasa Arab). Babi adalah omnivora, yang berarti mereka mengonsumsi baik daging maupun tumbuh-tumbuhan. Selain itu, babi adalah salah satu mamalia yang paling cerdas, dan dilaporkan lebih pintar dan mudah dipelihara dibandingkan dengananjing dan kucing.
Babi hutan digolongkan sebagai hama karena merusak tanaman perkebunan dan pertanian. Biasanya, hama ini memakan tanaman yang muda atau membuat lubang besar di batang pohon utama sehingga pohon lama-kelamaan akan mati.

Jenis - jenis babi hutan :
  1. Sus scrofa vittatus.
Ciri - cirinya adalah mempunyai garis putih di moncongnya, anak-anaknya berwarna coklat bergaris-garis terang
2. Sus barbatus atau babi janggut, tetapi jarang dijumpai .
S. barbatus berwarna agak muda, kepalanya lebih panjang dan berambut panjang tegak di sekeliling kepalanya. 
3. Sus verrucosus
Merupakan jenis babi hutan yang berukuran lebih besar dan mempunyai taring panjang di kepalanya dan badannya tidak berbelang.
Babi hutan jantan dewasa biasanya mencari makan sendiri (soliter), sedangkan yang betina hidup bersama dengan anak-anaknya dalam kelompok 4-50 ekor. Seekor babi hutan betina dapat beranak sampai 12 ekor dengan masa bunting 110 hari. Induk babi tersebut dapat beranak lagi setelah 7-8 bulan setelah masa beranak sebelumnya. 


3.                   cara pengendalian
Pengendalian babi hutan dapat dilakukan dengan :
1. Kandang keliling
Yaitu dengan memagar areal kebun sawit dengan menggunakan kayu atau bambu setinggi 1-1,5 meter. Bahan dapat diperoleh dari sisa tanaman yang masih terdapat di areal dari sisa pembukaan lahan.
2. Kandan individu
Bedanya dengna kandang keliling adalah pada kandang individu yang di kandang adalah setiap batang memiliki kandang masing-masing. Kandang dapat di buat dari kayu dan bambu.

3. Kandang individu seng
cara ini adalah cara yang paling efektif karena selain mengendalikan hama babi cara ini juga sekaligus untuk mengendalikan serangan tikus dan landak. caranya adalah dengan memasang seng setinggi 30 cm di sekeliling batang yang baru di tanam.
     4..       Jerat
Babi-babi hutan dewasa, kecil kemungkinan untuk terjerat karena biasanya lebih berhati-hati. Peluang besar yang tertangkap yaitu anak babi hutan serta babi hutan baik jantan atau betina yang masih muda. 
Kapan waktu yang tepat untuk pemasangan jerat?
         Pemasangan jerat harus lebih giat dilakukan pada saat anak babi hutan sudah berhenti menyusu.  Kelahiran anak babi terbesar terjadi sekitar bulan Januari-Februari, sehingga diperkirakan anak babi hutan akan berhenti menyusu sekitar bulan Juli.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan jerat yaitu:
-        Jerat bisa dipasang sepanjang tahun, tetapi pemasangan jerat lebih digiatkan pada bulan     Juli.
-         Jumlah jerat yang dipasang untuk 1 ha sebanyak 2-5 buah dan apabila dipasang pada jalan-jalan babi, setiap 500 m dipasang 1 jerat.
-        Di sekitar lokasi pemasangan jerat dipasang tanda bahaya
-        Untuk menghilangkan bau manusia, jerat dilumuri dengan lumpur
-        Jerat yang lokasinya dekat diperiksa setiap hari dan apabila lokasi pemasangan jauh diperiksa setiap 2 (dua) hari sekali.

5.      Perangkap
Perangkap bermanfaat untuk menangkap babi hutan betina beserta anak-anaknya.
Kapan waktu yang tepat untuk pemasangan perangkap?
Pemasangan perangkap sebaiknya dilakukan pada bulan Januari - Februari (masa melahirkan), Maret – Juni (masa menyusui), dan November – Desember (masa bunting).
6.       Berburu
       Perburuan bisa dilaksanakan 1 (satu) kali sebulan, yaitu pada bulan yang diperkirakan dapat membunuh sebanyak mungkin babi hutan betina yang sedang bunting atau sedang menyusui, dan babi hutan muda.
Bagaimana memilih lokasi untuk berburu?
       Lokasi dapat dipastikan sehari atau 2 (dua) hari sebelum berburu. Gunakan tanda-tanda adanya kegiatan babi hutan misalnya congkelan tanah, jejak, kotoran babi hutan serta sisa-sisa tanaman yang rusak sebagai petunjuk bahwa di sekitar daerah tersebut kemungkinan besar sebagai tempat tinggal babi hutan dan sesuai untuk berburu.
7.      Pemakaian lapun
Lapun adalah sejenis jaring yang terbuat dari kawat baja, yang dapat digunakan untuk menangkap babi hutan secara hidup-hidup, pada waktu berburu.

8.      Meracun
Penggunaan racun disarankan merupakan pilihan terakhir, mengingat efek samping yang ditimbulkan oleh racun yang digunakan.
Dimana lokasi yang tepat dalam pemasangan umpan?
Umpan dipasang pada jalan – jalan yang sering dilalui babi hutan, di daerah pinggiran hutan, di pinggir areal yang ditanami dan pada daerah yang termasuk jelajahan babi tetapi sulit dimasuki oleh kelompok berburu.

9.        Lubang parit
Pembuatan lubang parit mengelilingi kebun dengan kedalaman ± 1 m dan lebar ± 1 m.
Pengendalian babi hutan akan berhasil apabila dilaksanakan secara terpadu, yaitu dengan menggabungkan semua teknik pengendalian yang dianjurkan dengan memperhatikan keseimbangan alam serta lingkungan sekitar.











Tirathaba sp.


1.     klasifikasi
Tirathaba sp. merupakan serangga hama yang menyerang tanaman kelapa, juga menyerang tanaman kelapa sawit. Klasifikasi
Kingdom        : Animalia
Phylum           : Arthropoda
Class              : Insecta
Order              : Lepidoptera
Family             : Pyralidae
Genus             : Tirathaba
Species          : Tirathaba sp.





2.      BIOLOGI

Tirathaba sp. merupakan serangga hama yang menyerang tanaman kelapa, juga menyerang tanaman kelapa sawit. Serangan hama Tirathaba sp. pada tanaman kelapa sawit telah banyak dilaporkan, namun serangan hama ini pada tanaman kelapa tidak banyak dilaporkan. Tirathaba sp. biasanya dijumpai di suatu areal tanaman kelapa pada saat tanaman sudah mulai berbuah. Pembentukan buah yang terjadi secara terus-menerus merupakan salah satu faktor pendorong perkembangan populasi hama ini. Pada areal kelapa sawit hama ini menyerang tandan buah dengan fruitset rendah atau terlewat di panen, pada tanaman kelapa hama ini menyerang buah kelapa yang masih muda dan mempunyai ukuran yang masih kecil. Tanaman kelapa yang terserang hama ini adalah tanaman kelapa yang masih aktif berproduksi, baik yang berumur muda ataupun telah tua.
Serangga Tirathaba sp. berupa ngengat, yang pada saat istirahat, sayap ngengat tersebut berbentuk segitiga dan mempunyai bercak hijau pada pangkal sayap. Ukuran tubuh dan sayap serangga betina lebih panjang daripada ngengat jantan (Kalshoven, 1981 dan Barlow, 1982). Rentangan sayapnya berkisar antara 20-25 mm.Ngengat tersebut merupakan serangga nokturnal karena aktif melakukan kegiatan pada sore menjelang malam hari. Serangga betina Tirathaba sp. meletakkan telurnya pada buah kelapa yang masih muda berukuran kecil. Telur diletakkan secara terpisah. Telur akan menetas dalam waktu 4-5 hari, setelah menetas larva akan menggerek masuk ke dalam buah kelapa yang masih muda tersebut.
Larva biasanya ditemukan pada buah kelapa yang masih muda berukuran kecil. Larva terdiri dari lima instar dan seluruh stadia larvanya tinggal dan menetap dalam buah kelapa. Pada larvaTirathaba sp. instar pertama berwarna putih kotor sampai coklat muda, dan warna tubuh akan semakin gelap (coklat tua sampai hitam) bila larva tersebut telah mencapai instar terakhir. Stadia larva instar terakhir mempunyai panjang tubuh mencapai 2-3 cm, namun terdapat spesies Tirathaba sp. yang lain mempunyai panjang tubuh mencapai 4 cm, dan ditumbuhi dengan rambut-rambut yang jarang. Stadia larva berlangsung selama 16-21 hari atau antara 2-3 minggu. Menjelang berkepompong, larva tersebut akan membentuk kokon dari sisa gerekan dan kotorannya yang direkat dengan benang liur. Serangan yang terjadi pada buah muda dapat mengakibatkan buah muda gugur.
Pada saat akan berganti kulit, larva meninggalkan eksuvia yang terbungkus dalam kotoran larva yang dirangkai dengan benang-benang sutera. Larva instar satu biasanya terdapat diantara celah kelopak buah kelapa yang masih muda. Larva instar dua hingga instar empat memakan, merusak buah kelapa dengan cara menggereknya, membuat liang dan tinggal didalam buah tersebut. Larva instar dua, tiga, dan empat gerakannya sangat lincah, sementara larva instar lima gerakannya tidak lincah dan mulai mengeluarkan serat sutera untuk membungkus tubuhnya pada saat berubah menjadi pupa. Pada kondisi dilapang, saat hama ini akan berubah menjadi pupa, maka larva tersebut akan keluar dari buah.
Pupa berwarna coklat gelap dan stadia pupa berlangsung sekitar 5-10 hari atau sekitar 1,5 minggu. Sedangkan stadia imago berlangsung selama 9-12 hari sehingga total siklus hidupnya adalah lebih kurang 1 bulan. Imago betina akan meletakkan telur pada hari kedua selama 2-3 hari berturut-turut pada malam hari. Telur diletakkan secara terpisah atau satu persatu. Stadia yang paling banyak menyebabkan kerusakan pada tanaman kelapa adalah stadia larva.
Kerugian yang diakibatkan oleh hama penggerek buah ini yaitu buah yang baru terbentuk dan terserang hama akan mengalami kerontokan. Buah muda biasanya digerek dibagian ujung bawah buah. Untuk mengetahui tingkat serangan atau populasi hama penggerek buah ini yaitu dengan melakukan monitoring populasi dengan mengamati jumlah dan intensitas serangan pada buah muda tanaman kelapa, yang dilakukan setiap sebulan sekali. Pengamatan pada pohon yang tinggi, dianjurkan menggunakan teropong. Upaya prefentif dapat dilakukan dengan cara segera memotong tandan buah yang terserang hama, sehingga menekan populasi hama dan tidak memicu serangan pada buah sehat yang lain.
  1. Pengendalian
Larva dapat dikendalikan dengan nematoda entomopatogen, seperti Steinernema sp. untuk skala laboratorium, sedangkan untuk skala lapang masih perlu dilakukan uji coba. Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami seperti lalat Tachinidae (Argyroplax basifulva), Venturia sp.(Ichneumonidae), Apentelestirathabae (Braconidae)dan Telenemustirathabae (Scelionidae). Pengendalian dapat juga dengan menggunakan jamur entomopatogen seperti jamur B. bassiana dan Metarhizium anisopliae.










Kumbang tanduk
1.      Klasifikasi


Kingdom         : Animalia
Phylum            : Arthropoda
Class                : Insecta
Ordo                : Coleoptera
Family             : Scarabaeidae
Genus              : Oryctes
Species            : Oryctes rhinoceros L.


2.      Biologi
      Oryctes rhinoceros atau yang dikenal sebagai kumbang kelapa telah menyerang perkebunan kelapa. Kumbang tanduk (Coleoptera: Scarabaeidae) merupakan hama yang utama menyerang tanaman kelapa sawit di Indonesia, khususnya di areal peremajaan kelapa sawit. O. rhinoceros menggerek pucuk kelapa sawit yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan rusaknya titik tumbuh sehingga mematikan tanaman (Susanto dan Utomo, 2005)
Kumbang ini berukuran 40-50 mm, berwarna coklat kehitaman, pada bagian kepala terdapat tanduk kecil. Pada ujung perut yang betina terdapat bulu-bulu halus, sedang pada yang jantan tidak berbulu. Kumbang menggerek pupus yang belum terbuka mulai dari pangkal pelepah, terutama pada tanaman muda diareal peremajaan (Purba. 2005).
          Kumbang dewasa terbang ke tajuk kelapa pada malam hari dan mulai bergerak ke bagian salah satu ketiak pelepah daun paling atas. Kumbang merusak pelepah daun yang belum terbuka dan dapat menyebabkan pelepah patah. Kerusakan pada tanaman baru terlihat jelas setelah daun membuka 1-2 bulan kemudian berupa guntingan segitiga seperti huruf ”V”. Gejala ini merupakan ciri khas kumbang O. rhinoceros (Purba, dkk. 2008). Serangan hama O. rhinoceros dapat menurunkan produksi tandan buah segar pada panen tahun pertama hingga 60 % dan menimbulkan kematian tanaman muda hingga 25 % (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2009)
        Oryctes Rhinoceros menyerang tanaman kelapa yang masih muda maupun yang sudah dewasa. Satu serangan kemungkinan bertambah serangan berikutnya. Tanaman tertentu lebih sering diserang. Tanaman yang sama dapat diserang oleh satu atau lebih kumbang sedangkan tanaman di dekatnya mungkin tidak diserang.. Kumbang dewasa terbang ke ucuk pada malam hari, dan mulai bergerak ke bagian dalam melalui salah satu ketiak pelepah bagian atas pucuk. Biasanya ketiak pelepah ketiga, keempat, kelima dari pucuk merupakan tempat masuk yang paling disukai. Setelah kumbang menggerek kedalam batang tanaman, kumbang akan memakan pelepah daun mudah yang sedang berkembang. Karena kumbang memakan daun yang masih terlipat, maka bekas gigitan akan menyebabkan daun seakan-akan tergunting yang baru jelas terlihat setelah daun membuka. Bentuk guntingan ini merupakan ciri khas serangan kumbang kelapa Oryctes (Anonim, 1989)

Berikut ini fase – fase perkembangan mulai dari telur sampai fase dewasa pada kumbang tanduk :
Telur
         Mo (1957) dan Anonim (1989), mengemukakan bahwa telur serangga ini berarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm. Telur-telur ini diletakkan oleh serangga betina pada tempat yang baik dan aman (misalnya dalam pohon kelapa yang melapuk), setelah 2 minggu telur-telur ini menetas. Rata-rata fekunditas seekor serangga betina berkisar antara 49-61 butir telur, sedangkan di Australia berkisar 51 butir telur, bahkan dapat mencapai 70 butir (Bedford, 1980). 
Larva 
       Larva yang baru menetas berwarna putih dan setelah dewasa berwarna putih kekuningan, warna bagian ekornya agak gelap dengan panjang 7-10 cm. Larva deasa berukuran panjang 12 mm dengan kepala berwarna merah kecoklatan. Tubuh bagian belakang lebih besar dari bagian depan. Pada permukaan tubuh larva terdapat bulu-bulu pendek dan pada bagian ekor bulu-bulu tersebut tumbuh lebih rapat. Stadium larva 4-5 bulan ( Suhadirman, 1996).
Pupa 
        Ukuran pupa lebih kecil dari larvanya, kerdil, bertanduk dan berwarna merah kecoklatan dengan panjang 5-8 cm yang terbungkus kokon dari tanah yang berwarna kuning. Stadia ini terdiri atas 2 fase: Fase I : selama 1 bulan, merupakan perubahan bentuk dari larva ke pupa. Fase II : Lamanya 3 minggu, merupakan perubahan bentuk dari pupa menjadi imago, dan masih berdiam dalam kokon (Suhadirman, 1996). 
Imago
       Kumbang ini berwarna gelap sampai hitam, sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus, pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas dibelakang kepala (Anonim, 1980).
      Kumbang dewasa meninggalkan kokon pada malam hari dan terbang ke atas pohon kelapa, kemudian menyusup kedalam pucuk dan membuat lubang hingga menembus pangkal pelepah daun muda sampai di tengah pucuk dan tinggal pada lubang ini selama 5-10 hari. Bila sore hari, kumbang dewasa mencari pasangan dan kemudian kawin (Suhadirman, 1996).  Kumbang ini berwarna gelap sampai hitam, sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus, pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas dibelakang kepala (Anonim, 1980). 
Ekologi 
Semua makhluk hidup dalam proses pertumbuhan dan oerkembangannya dipengaruhi oleh sebagai faktor, baik faktor luar maupun dari dalam: Iklim, musuh alami, makanan dan kegiatan manusia merupakan faktor luar yang memberikan pengaruh terhadap kehidupan serangga hama . Lingkungan yang cocok bagi suatu serangga untuk hidup dan berkembang biak meliputi beberapa komponen antara lain makanan, iklim, organisme dari spesies yang sama maupun yang berbeda tempat dimana ia hidup ( Untung, 1993).


3.     Pengendalian
Pengendalian yang bisa dilakukan yaitu:
1.    Sanitasi
Membersihkan tempat perkembangbiakan larva O. rhinocerosseperti tanaman mati membusuk, tunggul kelapa dipotong-potong kemudian dibakar agar tidak menjadi sarang O. rhinoceros
2.    Mekanis
Mengumpulkan larva/pupa kemudian dimusnahkan dan menebang serta memusnahkan pohon yang telah mati.
3.    Kultur Teknis
Batang yang tidak dimanfaatkan ditutup dengan tanaman penutup tanah seperti Centrosema pubescens atau Pueraria phaseoloides.
4.    Biologi
Menggunakan jamur antagonis Metarhizium anisopliae. Jamur ini tidak hanya efektif untuk mengendalikan larva namun juga dapat menginfeksi kumbang. Jamur diaplikasikan pada sarang aktif dengan dosis 20 g/m². Jamur juga dapat diaplikasikan pada perangkap yang dibuat dari batang kelapa yang ditaburi serbuk gergaji dan biakan M. anisopliae. Pada perangkap dengan ukuran 1x1x0,5 m³ ditambahkan serbuk gergaji setinggi 8 cm kemudian ditaburi 25 g   M. anisopliae dan diaduk kemudian ditambahkan serbuk gergaji sampai tinggi 0,5 m dan 25 g M.  anisopliaekemudian dicampur merata. Serbuk gergaji dalam perangkap perlu diganti setiap 3 bulan.
Selain itu juga bisa menggunakan Baculovirus oryctes. Baculovirus oryctes yang berada dan menyebar di alam telah mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh O. rhinocerosmelalui pembatasan populasi kumbang.
5.    Penggunaan Feromon
Feromon merupakan bahan yang mengantarkan serangga pada pasangan seksualnya, mangsanya, tanaman inang dan tempat berkembangbiaknya. Komponen utama feromon sintetis O. rhinoceros adalah etil-4 metil oktanoat.Feromon sintetik dipasang di dalam tutup ember yang telah dilubangi dan dipasang terbalik. Pada dasar ember dimasukkan serbuk gergaji. Pada pertanaman kelapa, 2 (dua) feromon digunakan untuk 1 (satu) ha. Penggunaan feromon akan optimal apabila dipadukan dengan komponen pengendalian lainnya.

dasar daasar perlindungan tanaman


TUGAS DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
BIOLOGI,KLASIFIKASI DAN PENGENDALIAN HAMA
Oleh:
DOMINGGOS MARTHURIA MANALU
05111001066




Description: C:\Users\Win7\Downloads\unsri.jpg











PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2013


BABI HUTAN


1.                   Klasifikasi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvm02CYLOdMktnw37G6MW52TumpPa7OJ7EIGYfaKZeFjU9EKKdoiWM7KuTh5oC_EucFJNabroJnYQaJe0KPDyE7zTwZmdeACKcm-uxnyMG5FjAQZxqR-vG7ylgxExjkYStlFoBew8FZHMD/s1600/babi+hutan.jpg

Babi hutan merupakan salah satu hama mammalia yang penting di perkebunan kelapa sawit. Serangan hama babi terjadi pada bibitan dan sawit yang baru di tanam. Kerusakan yang ditimbulkannya pada kelapa sawit hanya merupakan efek sekunder dari kehadirannya pada kebun sawit.


Klasifikasi babi hutan :
Kerajaan : animalia
Filum : chordate
Kelas mamalia
Ordo : artiodacityla
Genus : sus
Spesies : sus barbatus


2.                  Biologi babi hutan
Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung lemper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Kadang juga dirujuk sebagai khinzir[1] (bahasa Arab). Babi adalah omnivora, yang berarti mereka mengonsumsi baik daging maupun tumbuh-tumbuhan. Selain itu, babi adalah salah satu mamalia yang paling cerdas, dan dilaporkan lebih pintar dan mudah dipelihara dibandingkan dengananjing dan kucing.
Babi hutan digolongkan sebagai hama karena merusak tanaman perkebunan dan pertanian. Biasanya, hama ini memakan tanaman yang muda atau membuat lubang besar di batang pohon utama sehingga pohon lama-kelamaan akan mati.

Jenis - jenis babi hutan :
  1. Sus scrofa vittatus.
Ciri - cirinya adalah mempunyai garis putih di moncongnya, anak-anaknya berwarna coklat bergaris-garis terang
2. Sus barbatus atau babi janggut, tetapi jarang dijumpai .
S. barbatus berwarna agak muda, kepalanya lebih panjang dan berambut panjang tegak di sekeliling kepalanya. 
3. Sus verrucosus
Merupakan jenis babi hutan yang berukuran lebih besar dan mempunyai taring panjang di kepalanya dan badannya tidak berbelang.
Babi hutan jantan dewasa biasanya mencari makan sendiri (soliter), sedangkan yang betina hidup bersama dengan anak-anaknya dalam kelompok 4-50 ekor. Seekor babi hutan betina dapat beranak sampai 12 ekor dengan masa bunting 110 hari. Induk babi tersebut dapat beranak lagi setelah 7-8 bulan setelah masa beranak sebelumnya. 


3.                   cara pengendalian
Pengendalian babi hutan dapat dilakukan dengan :
1. Kandang keliling
Yaitu dengan memagar areal kebun sawit dengan menggunakan kayu atau bambu setinggi 1-1,5 meter. Bahan dapat diperoleh dari sisa tanaman yang masih terdapat di areal dari sisa pembukaan lahan.
2. Kandan individu
Bedanya dengna kandang keliling adalah pada kandang individu yang di kandang adalah setiap batang memiliki kandang masing-masing. Kandang dapat di buat dari kayu dan bambu.

3. Kandang individu seng
cara ini adalah cara yang paling efektif karena selain mengendalikan hama babi cara ini juga sekaligus untuk mengendalikan serangan tikus dan landak. caranya adalah dengan memasang seng setinggi 30 cm di sekeliling batang yang baru di tanam.
     4..       Jerat
Babi-babi hutan dewasa, kecil kemungkinan untuk terjerat karena biasanya lebih berhati-hati. Peluang besar yang tertangkap yaitu anak babi hutan serta babi hutan baik jantan atau betina yang masih muda. 
Kapan waktu yang tepat untuk pemasangan jerat?
         Pemasangan jerat harus lebih giat dilakukan pada saat anak babi hutan sudah berhenti menyusu.  Kelahiran anak babi terbesar terjadi sekitar bulan Januari-Februari, sehingga diperkirakan anak babi hutan akan berhenti menyusu sekitar bulan Juli.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan jerat yaitu:
-        Jerat bisa dipasang sepanjang tahun, tetapi pemasangan jerat lebih digiatkan pada bulan     Juli.
-         Jumlah jerat yang dipasang untuk 1 ha sebanyak 2-5 buah dan apabila dipasang pada jalan-jalan babi, setiap 500 m dipasang 1 jerat.
-        Di sekitar lokasi pemasangan jerat dipasang tanda bahaya
-        Untuk menghilangkan bau manusia, jerat dilumuri dengan lumpur
-        Jerat yang lokasinya dekat diperiksa setiap hari dan apabila lokasi pemasangan jauh diperiksa setiap 2 (dua) hari sekali.

5.      Perangkap
Perangkap bermanfaat untuk menangkap babi hutan betina beserta anak-anaknya.
Kapan waktu yang tepat untuk pemasangan perangkap?
Pemasangan perangkap sebaiknya dilakukan pada bulan Januari - Februari (masa melahirkan), Maret – Juni (masa menyusui), dan November – Desember (masa bunting).
6.       Berburu
       Perburuan bisa dilaksanakan 1 (satu) kali sebulan, yaitu pada bulan yang diperkirakan dapat membunuh sebanyak mungkin babi hutan betina yang sedang bunting atau sedang menyusui, dan babi hutan muda.
Bagaimana memilih lokasi untuk berburu?
       Lokasi dapat dipastikan sehari atau 2 (dua) hari sebelum berburu. Gunakan tanda-tanda adanya kegiatan babi hutan misalnya congkelan tanah, jejak, kotoran babi hutan serta sisa-sisa tanaman yang rusak sebagai petunjuk bahwa di sekitar daerah tersebut kemungkinan besar sebagai tempat tinggal babi hutan dan sesuai untuk berburu.
7.      Pemakaian lapun
Lapun adalah sejenis jaring yang terbuat dari kawat baja, yang dapat digunakan untuk menangkap babi hutan secara hidup-hidup, pada waktu berburu.

8.      Meracun
Penggunaan racun disarankan merupakan pilihan terakhir, mengingat efek samping yang ditimbulkan oleh racun yang digunakan.
Dimana lokasi yang tepat dalam pemasangan umpan?
Umpan dipasang pada jalan – jalan yang sering dilalui babi hutan, di daerah pinggiran hutan, di pinggir areal yang ditanami dan pada daerah yang termasuk jelajahan babi tetapi sulit dimasuki oleh kelompok berburu.

9.        Lubang parit
Pembuatan lubang parit mengelilingi kebun dengan kedalaman ± 1 m dan lebar ± 1 m.
Pengendalian babi hutan akan berhasil apabila dilaksanakan secara terpadu, yaitu dengan menggabungkan semua teknik pengendalian yang dianjurkan dengan memperhatikan keseimbangan alam serta lingkungan sekitar.











Tirathaba sp.


1.     klasifikasi
Tirathaba sp. merupakan serangga hama yang menyerang tanaman kelapa, juga menyerang tanaman kelapa sawit. Klasifikasi
Kingdom        : Animalia
Phylum           : Arthropoda
Class              : Insecta
Order              : Lepidoptera
Family             : Pyralidae
Genus             : Tirathaba
Species          : Tirathaba sp.





2.      BIOLOGI

Tirathaba sp. merupakan serangga hama yang menyerang tanaman kelapa, juga menyerang tanaman kelapa sawit. Serangan hama Tirathaba sp. pada tanaman kelapa sawit telah banyak dilaporkan, namun serangan hama ini pada tanaman kelapa tidak banyak dilaporkan. Tirathaba sp. biasanya dijumpai di suatu areal tanaman kelapa pada saat tanaman sudah mulai berbuah. Pembentukan buah yang terjadi secara terus-menerus merupakan salah satu faktor pendorong perkembangan populasi hama ini. Pada areal kelapa sawit hama ini menyerang tandan buah dengan fruitset rendah atau terlewat di panen, pada tanaman kelapa hama ini menyerang buah kelapa yang masih muda dan mempunyai ukuran yang masih kecil. Tanaman kelapa yang terserang hama ini adalah tanaman kelapa yang masih aktif berproduksi, baik yang berumur muda ataupun telah tua.
Serangga Tirathaba sp. berupa ngengat, yang pada saat istirahat, sayap ngengat tersebut berbentuk segitiga dan mempunyai bercak hijau pada pangkal sayap. Ukuran tubuh dan sayap serangga betina lebih panjang daripada ngengat jantan (Kalshoven, 1981 dan Barlow, 1982). Rentangan sayapnya berkisar antara 20-25 mm.Ngengat tersebut merupakan serangga nokturnal karena aktif melakukan kegiatan pada sore menjelang malam hari. Serangga betina Tirathaba sp. meletakkan telurnya pada buah kelapa yang masih muda berukuran kecil. Telur diletakkan secara terpisah. Telur akan menetas dalam waktu 4-5 hari, setelah menetas larva akan menggerek masuk ke dalam buah kelapa yang masih muda tersebut.
Larva biasanya ditemukan pada buah kelapa yang masih muda berukuran kecil. Larva terdiri dari lima instar dan seluruh stadia larvanya tinggal dan menetap dalam buah kelapa. Pada larvaTirathaba sp. instar pertama berwarna putih kotor sampai coklat muda, dan warna tubuh akan semakin gelap (coklat tua sampai hitam) bila larva tersebut telah mencapai instar terakhir. Stadia larva instar terakhir mempunyai panjang tubuh mencapai 2-3 cm, namun terdapat spesies Tirathaba sp. yang lain mempunyai panjang tubuh mencapai 4 cm, dan ditumbuhi dengan rambut-rambut yang jarang. Stadia larva berlangsung selama 16-21 hari atau antara 2-3 minggu. Menjelang berkepompong, larva tersebut akan membentuk kokon dari sisa gerekan dan kotorannya yang direkat dengan benang liur. Serangan yang terjadi pada buah muda dapat mengakibatkan buah muda gugur.
Pada saat akan berganti kulit, larva meninggalkan eksuvia yang terbungkus dalam kotoran larva yang dirangkai dengan benang-benang sutera. Larva instar satu biasanya terdapat diantara celah kelopak buah kelapa yang masih muda. Larva instar dua hingga instar empat memakan, merusak buah kelapa dengan cara menggereknya, membuat liang dan tinggal didalam buah tersebut. Larva instar dua, tiga, dan empat gerakannya sangat lincah, sementara larva instar lima gerakannya tidak lincah dan mulai mengeluarkan serat sutera untuk membungkus tubuhnya pada saat berubah menjadi pupa. Pada kondisi dilapang, saat hama ini akan berubah menjadi pupa, maka larva tersebut akan keluar dari buah.
Pupa berwarna coklat gelap dan stadia pupa berlangsung sekitar 5-10 hari atau sekitar 1,5 minggu. Sedangkan stadia imago berlangsung selama 9-12 hari sehingga total siklus hidupnya adalah lebih kurang 1 bulan. Imago betina akan meletakkan telur pada hari kedua selama 2-3 hari berturut-turut pada malam hari. Telur diletakkan secara terpisah atau satu persatu. Stadia yang paling banyak menyebabkan kerusakan pada tanaman kelapa adalah stadia larva.
Kerugian yang diakibatkan oleh hama penggerek buah ini yaitu buah yang baru terbentuk dan terserang hama akan mengalami kerontokan. Buah muda biasanya digerek dibagian ujung bawah buah. Untuk mengetahui tingkat serangan atau populasi hama penggerek buah ini yaitu dengan melakukan monitoring populasi dengan mengamati jumlah dan intensitas serangan pada buah muda tanaman kelapa, yang dilakukan setiap sebulan sekali. Pengamatan pada pohon yang tinggi, dianjurkan menggunakan teropong. Upaya prefentif dapat dilakukan dengan cara segera memotong tandan buah yang terserang hama, sehingga menekan populasi hama dan tidak memicu serangan pada buah sehat yang lain.
  1. Pengendalian
Larva dapat dikendalikan dengan nematoda entomopatogen, seperti Steinernema sp. untuk skala laboratorium, sedangkan untuk skala lapang masih perlu dilakukan uji coba. Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami seperti lalat Tachinidae (Argyroplax basifulva), Venturia sp.(Ichneumonidae), Apentelestirathabae (Braconidae)dan Telenemustirathabae (Scelionidae). Pengendalian dapat juga dengan menggunakan jamur entomopatogen seperti jamur B. bassiana dan Metarhizium anisopliae.










Kumbang tanduk
1.      Klasifikasi


Kingdom         : Animalia
Phylum            : Arthropoda
Class                : Insecta
Ordo                : Coleoptera
Family             : Scarabaeidae
Genus              : Oryctes
Species            : Oryctes rhinoceros L.


2.      Biologi
      Oryctes rhinoceros atau yang dikenal sebagai kumbang kelapa telah menyerang perkebunan kelapa. Kumbang tanduk (Coleoptera: Scarabaeidae) merupakan hama yang utama menyerang tanaman kelapa sawit di Indonesia, khususnya di areal peremajaan kelapa sawit. O. rhinoceros menggerek pucuk kelapa sawit yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan rusaknya titik tumbuh sehingga mematikan tanaman (Susanto dan Utomo, 2005)
Kumbang ini berukuran 40-50 mm, berwarna coklat kehitaman, pada bagian kepala terdapat tanduk kecil. Pada ujung perut yang betina terdapat bulu-bulu halus, sedang pada yang jantan tidak berbulu. Kumbang menggerek pupus yang belum terbuka mulai dari pangkal pelepah, terutama pada tanaman muda diareal peremajaan (Purba. 2005).
          Kumbang dewasa terbang ke tajuk kelapa pada malam hari dan mulai bergerak ke bagian salah satu ketiak pelepah daun paling atas. Kumbang merusak pelepah daun yang belum terbuka dan dapat menyebabkan pelepah patah. Kerusakan pada tanaman baru terlihat jelas setelah daun membuka 1-2 bulan kemudian berupa guntingan segitiga seperti huruf ”V”. Gejala ini merupakan ciri khas kumbang O. rhinoceros (Purba, dkk. 2008). Serangan hama O. rhinoceros dapat menurunkan produksi tandan buah segar pada panen tahun pertama hingga 60 % dan menimbulkan kematian tanaman muda hingga 25 % (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2009)
        Oryctes Rhinoceros menyerang tanaman kelapa yang masih muda maupun yang sudah dewasa. Satu serangan kemungkinan bertambah serangan berikutnya. Tanaman tertentu lebih sering diserang. Tanaman yang sama dapat diserang oleh satu atau lebih kumbang sedangkan tanaman di dekatnya mungkin tidak diserang.. Kumbang dewasa terbang ke ucuk pada malam hari, dan mulai bergerak ke bagian dalam melalui salah satu ketiak pelepah bagian atas pucuk. Biasanya ketiak pelepah ketiga, keempat, kelima dari pucuk merupakan tempat masuk yang paling disukai. Setelah kumbang menggerek kedalam batang tanaman, kumbang akan memakan pelepah daun mudah yang sedang berkembang. Karena kumbang memakan daun yang masih terlipat, maka bekas gigitan akan menyebabkan daun seakan-akan tergunting yang baru jelas terlihat setelah daun membuka. Bentuk guntingan ini merupakan ciri khas serangan kumbang kelapa Oryctes (Anonim, 1989)

Berikut ini fase – fase perkembangan mulai dari telur sampai fase dewasa pada kumbang tanduk :
Telur
         Mo (1957) dan Anonim (1989), mengemukakan bahwa telur serangga ini berarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm. Telur-telur ini diletakkan oleh serangga betina pada tempat yang baik dan aman (misalnya dalam pohon kelapa yang melapuk), setelah 2 minggu telur-telur ini menetas. Rata-rata fekunditas seekor serangga betina berkisar antara 49-61 butir telur, sedangkan di Australia berkisar 51 butir telur, bahkan dapat mencapai 70 butir (Bedford, 1980). 
Larva 
       Larva yang baru menetas berwarna putih dan setelah dewasa berwarna putih kekuningan, warna bagian ekornya agak gelap dengan panjang 7-10 cm. Larva deasa berukuran panjang 12 mm dengan kepala berwarna merah kecoklatan. Tubuh bagian belakang lebih besar dari bagian depan. Pada permukaan tubuh larva terdapat bulu-bulu pendek dan pada bagian ekor bulu-bulu tersebut tumbuh lebih rapat. Stadium larva 4-5 bulan ( Suhadirman, 1996).
Pupa 
        Ukuran pupa lebih kecil dari larvanya, kerdil, bertanduk dan berwarna merah kecoklatan dengan panjang 5-8 cm yang terbungkus kokon dari tanah yang berwarna kuning. Stadia ini terdiri atas 2 fase: Fase I : selama 1 bulan, merupakan perubahan bentuk dari larva ke pupa. Fase II : Lamanya 3 minggu, merupakan perubahan bentuk dari pupa menjadi imago, dan masih berdiam dalam kokon (Suhadirman, 1996). 
Imago
       Kumbang ini berwarna gelap sampai hitam, sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus, pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas dibelakang kepala (Anonim, 1980).
      Kumbang dewasa meninggalkan kokon pada malam hari dan terbang ke atas pohon kelapa, kemudian menyusup kedalam pucuk dan membuat lubang hingga menembus pangkal pelepah daun muda sampai di tengah pucuk dan tinggal pada lubang ini selama 5-10 hari. Bila sore hari, kumbang dewasa mencari pasangan dan kemudian kawin (Suhadirman, 1996).  Kumbang ini berwarna gelap sampai hitam, sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus, pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas dibelakang kepala (Anonim, 1980). 
Ekologi 
Semua makhluk hidup dalam proses pertumbuhan dan oerkembangannya dipengaruhi oleh sebagai faktor, baik faktor luar maupun dari dalam: Iklim, musuh alami, makanan dan kegiatan manusia merupakan faktor luar yang memberikan pengaruh terhadap kehidupan serangga hama . Lingkungan yang cocok bagi suatu serangga untuk hidup dan berkembang biak meliputi beberapa komponen antara lain makanan, iklim, organisme dari spesies yang sama maupun yang berbeda tempat dimana ia hidup ( Untung, 1993).


3.     Pengendalian
Pengendalian yang bisa dilakukan yaitu:
1.    Sanitasi
Membersihkan tempat perkembangbiakan larva O. rhinocerosseperti tanaman mati membusuk, tunggul kelapa dipotong-potong kemudian dibakar agar tidak menjadi sarang O. rhinoceros
2.    Mekanis
Mengumpulkan larva/pupa kemudian dimusnahkan dan menebang serta memusnahkan pohon yang telah mati.
3.    Kultur Teknis
Batang yang tidak dimanfaatkan ditutup dengan tanaman penutup tanah seperti Centrosema pubescens atau Pueraria phaseoloides.
4.    Biologi
Menggunakan jamur antagonis Metarhizium anisopliae. Jamur ini tidak hanya efektif untuk mengendalikan larva namun juga dapat menginfeksi kumbang. Jamur diaplikasikan pada sarang aktif dengan dosis 20 g/m². Jamur juga dapat diaplikasikan pada perangkap yang dibuat dari batang kelapa yang ditaburi serbuk gergaji dan biakan M. anisopliae. Pada perangkap dengan ukuran 1x1x0,5 m³ ditambahkan serbuk gergaji setinggi 8 cm kemudian ditaburi 25 g   M. anisopliae dan diaduk kemudian ditambahkan serbuk gergaji sampai tinggi 0,5 m dan 25 g M.  anisopliaekemudian dicampur merata. Serbuk gergaji dalam perangkap perlu diganti setiap 3 bulan.
Selain itu juga bisa menggunakan Baculovirus oryctes. Baculovirus oryctes yang berada dan menyebar di alam telah mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh O. rhinocerosmelalui pembatasan populasi kumbang.
5.    Penggunaan Feromon
Feromon merupakan bahan yang mengantarkan serangga pada pasangan seksualnya, mangsanya, tanaman inang dan tempat berkembangbiaknya. Komponen utama feromon sintetis O. rhinoceros adalah etil-4 metil oktanoat.Feromon sintetik dipasang di dalam tutup ember yang telah dilubangi dan dipasang terbalik. Pada dasar ember dimasukkan serbuk gergaji. Pada pertanaman kelapa, 2 (dua) feromon digunakan untuk 1 (satu) ha. Penggunaan feromon akan optimal apabila dipadukan dengan komponen pengendalian lainnya.